Friday, October 4, 2013

Makalah akuntabilitas Manajemen Berbasis Sekolah



BAB I
PENDAHULUAN

                        Akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu accountability yang artinya keadaan untuk dipertanggungjawabkan, keadaan dapat dimintai pertanggungan jawaban.
Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary, akuntabilitas adalah required or expected to give an explanation for one’s action. Dengan kata lain, dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi/atasannya.
Menurut J.B. Ghartey, akuntabilitas ditujukan untuk mencari jawaban terhadap pertanyaan yang berhubungan dengan pelayanan apa, siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana.
           Ledvina V. Carino, mengatakan akuntabilitas merupakan suatu evoluasi kegiatan yang dilaksanakan oleh seorang petugas baik masih berada pada jalur otoritasnya atau sudah berada jauh di luar tanggungjawab dan kewenangannya. Dengan demikian, dalam setiap tingkah lakunya seorang pejabat pemerintah mutlak harus selalu memperhatikan lingkungan.. Ada 4 (empat) dimensi yang membedakan akuntabilitas dengan yang lain, yaitu siapa yang harus melaksanakan akuntabilitas; kepada siapa dia berakuntabilitas; apa standar yang digunakan untuk penilaian akuntabilitasnya; dan nilai akuntabilitas itu sendiri.

          Deklarasi Tokyo mengenai petunjuk akuntabilitas public (tahun 1985) menetapkan definisi bahwa akuntabilitas merupakan kewajiban-kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan dengannya untuk dapat menjawab hal-hal yang menyangkut pertanggung-jawaban fiscal, manajerial, dan program.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu seseorang yang mendapatkan amanat harus mempertanggungjawabkannya kepada orang-orang yang memberinya kepercayaan.
            Lebih jauh, LAN RI dan BPKP (2001: 29) menjelaskan pembagian akuntabilitas sebagai berikut:
a. Akuntabilitas keuangan
              Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggung jawaban mengenai integritas keuangan, pengangkatan dan ketaatan terhadap peraturan perundangan. Sasaran pertanggung jawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan perundangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.

b. Akuntabilitas manfaat
              Akuntabilitas manfaat (efektivitas) pada dasarnya memberi perhatian kepada hasil dari kegiatan-kegiatan pemerintahan. Dalam hal ini, seluruh aparat pemerintahan dipandang berkemampuan menjawab pencapaian tujuan (dengan memperhatikan biaya dan manfaatnya) dan tidak hanya sekedar kepatuhan terhadap kebutuhan hirarki atau prosedur. Efektivitas yang harus dicapai bukan hanya berupa output akan tetapi yang lebih penting adalah efektivitas dari sudut pandang output akan tetapi yang lebih penting adalah efektivitas dari sudut pandang outcome. Akuntabilitas manfaat hampir sama dengan akuntabilitas progam.

c. Akuntabilitas Prosedural
              Akuntabilitas prosedural merupakan pertanggung jawaban mengenai apakah suatu prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan akhir yang telah dietapkan. Pengertian akuntabilitas prosedural ini adalah sebagaimana dengan akuntabilitas proses.
               Berdasarkan deskripsi akuntabilitas yang demikian itu, maka akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah kewajiban untuk memberikan pertanggung jawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Berdasarkan pada pengertian yang demikian itu, maka semua Instansi Pemerintah, Badan dan Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi Instansi yang bersangkutan.







BAB II
ISI

A.   Akuntabilitas
            Bila di masa lalu masyarakat cenderung menerima apa pun yang diberikan oleh pendidikan, maka sekarang mereka tidak dengan mudah menerima apa yang diberikan oleh pendidikan. Masyarakat yang notabene membayar pendidikan merasa berhak untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik bagi dirinya dan anak-anaknya.
Bagi lembaga-lembaga pendidikan hal ini mulai disadari dan disikapi dengan melakukan redesain sistem yang mampu menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah mengembangkan model manajemen pendidikan yang akuntabel.
Upaya untuk mencapai akuntabilitas institusi memerlukan kurikulum yang relevan yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat, kemampuan manajemen yang tinggi, komitmen yang kuat untuk mencapai keunggulan, sarana penunjang yang mamadai, dan perangkat aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten oleh institusi pendidikan yang bersangkutan.
Empat hal penting yang dikemukakan di atas membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. Sebab tidak saja dibutuhkan kemauan tetapi juga kemampuan untuk melaksanakannya. Dalam teori perubahan, orang dapat berubah, jika ia memiliki kemauan sekaligus kemampuan.
Akuntabilitas pendidikan juga mensyaratkan adanya manajemen yang tinggi. Di Indonesia telah lahir Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang bertumpu pada sekolah dan masyarakat.
Model manajemen ini menuntut keterlibatan yang tinggi dari stakeholders sekolah. Susan Mohrman menyatakan, “Untuk mendukung pencapaian MBS telah muncul manajemen berpartisipasi tinggi yang membutuhkan empat sumber daya penting: 1) informasi, 2) pengetahuan, 3) keterampilan, 4) penghargaan dan sanksi.” Empat sumber daya ini jika dikelola secara baik akan meningkatkan efektivitas manajemen sekolah. Dan efektifitas manajemen sekolah akan ditunjukkan dengan output yang berkualitas.
Akuntabilitas yang tinggi hanya dapat dicapai dengan pengelolaan sumber daya sekolah secara efektif dan efisien. Akuntabilitas tidak datang dengan sendiri setelah lembaga-lembaga pendidikan melaksanakan usaha-usahanya. Ada tiga hal yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi, akreditasi dan akuntabilitas. Menurut Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:88):
Tiga aspek yang dapat memberi jaminan mutu suatu lembaga pendidikan, yaitu kompetensi, akreditasi, dan akuntabilitas. Lulusan pendidikan yang dianggap telah memenuhi semua persyaratan dan memiliki kompetensi yang dituntut berhak mendapat sertifikat. Lembaga pendidikan beserta perangkat-perangkatnya yang dinilai mampu menjamin produk yang bermutu disebut sebagai lembaga terakreditasi (accredited). Lembaga pendidikan yang terakreditasi dan dinilai mampu untuk menghasilkan lulusan bermutu, selalu berusaha menjaga dan menjamin mutuya sehingga dihargai oleh masyarakat adalah lembaga pendidikan yang akuntable.
Institusi pendidikan yang akuntabel adalah institusi pendidikan yang mampu menjaga mutu keluarannya sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Jadi, dalam hal ini akuntabel tidaknya suatu lembaga pendidikan bergantung kepada mutu outputnya. Di samping itu, akuntabilitas suatu lembaga juga bergantung kepada kemampuan suatu lembaga pendidikan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan kepada publik. Penulis mengelompokkan akuntabiltas yang pertama sebagai akuntabilitas kinerja, sementara yang kedua sebagai akuntabilitas keuangan.
Manajemen Berbasis Sekolah yang diterapkan di Indonesia juga mensyaratkan kemampuan akuntabilitas sekolah kepada publik. Menurut Slamet (2005:6):
MBS harus dipahami sebagai model pemberian kewenangan yang lebih besar kepada sekolah, yang meliputi kewenangan mengatur dan mengurus sekolah, mengambil keputusan, mengelola, memimpin, dan mengontrol sekolah. Agar penyelenggara sekolah tidak sewenang-wenang dalam menyelenggarakan sekolah, maka sekolah harus bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan. Untuk itu sekolah berkewajiban mempertanggungjawabkan kepada publik tentang apa yang dikerjakan sebagai konsekuensi dari mandat yang diberikan oleh publik. Itu berarti akuntabilitas publik menyangkut hak publik untuk memperoleh pertanggungjawaban penyelenggara sekolah.
Bagaimana sekolah mampu mempertanggungjawabkan kewenangan yang diberikan kepada publik, tentu menjadi tantangan tanggung jawab sekolah. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi (2001:88) menyatakan di Indonesia banyak instituasi pendidikan yang lemah dan tidak sedikit institusi pendidikan yang tidak akuntabel.
B.   Memahami Akuntabilitas dalam MBS
Di Indonesia akuntabilitas dalam penyelenggaraan pendidikan, juga masih menempuh jalan panjang. Ketika terjadi perubahan mendasar dalam sistem pendidikan, isu akuntabilitas sepertinya memperoleh nafas baru. Sekolah-sekolah sebagai basis penerapan manajemen pendidikan dituntut harus mampu mewujudkan akuntabilitas bagi publik.
Kalau begitu apa sebenarnya akuntabilitas itu? Menurut Slamet (2005:5), “Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewajiban untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Pendapat Zamroni mengenai akuntabilitas dikaitkan dengan partisipasi. Ini berarti akuntabilitas hanya dapat terjadi jika ada partisipasi dari stakeholders sekolah. Semakin kecil partisipasi stakeholders dalam penyelenggaraan manajemen sekolah, maka akan semakin rendah pula akuntabilitas sekolah.
Jadi, kalau disimpulkan akuntabilitas adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang diperoleh sebagai hasil partisipasi dari stakeholders.
Rita Headington berpendapat bahwa “Accountability has moral, legal and financial dimensions and operates at all levels of the education system.” Ketiga dimensi yang terkandung dalam akuntabilitas, yaitu moral, hukum, dan keuangan menuntut tanggung jawab dari sekolah untuk mewujudkannya, tidak saja bagi publik tetapi pertama-tama harus dimulai bagi warga sekolah itu sendiri.
Headington menekankan akuntabilitas dari guru. Secara moral maupun secara formal (aturan) guru memiliki tanggung jawab bagi siswa maupun orang tua siswa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Tidak saja guru tetapi juga badan-badan yang terkait dengan pendidikan, sebagaimana dikatakan oleh Headington (2000:83), “The head teacher and governing body have a legal responsibility to ensure the finances of the school are used effectively to benefit pupils’ education.”
Pendapat Headington memberi tekanan pada akuntabilitas kinerja pembelajaran. Di Indonesia, juga di Negara-negara yang telah menerapkan MBS, terjadi kekacauan dalam memahami MBS, bahwa seringkali aspek pembelajaran dipahami terpisah dengan MBS.
Jadi, kalau Rita Headington memberi tekanan akuntabiltas pada aspek pembelajaran yang dimotori oleh guru, maka sebenarnya ini adalah bagian hakiki dalam penerapan MBS yang tidak boleh diabaikan oleh sekolah.
C.   Tujuan Akuntabilitas
Tujuan akuntabilitas adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan:
Tujuan utama akuntabilitas adalah      :
a.       untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
b.      Menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa, akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi. Bahkan, boleh dikatakan bahwa akuntabilitas baru sebagai titik awal menuju keberlangsungan manajemen sekolah yang berkinerja tinggi.
D.   Pelaksanaan Akuntabilitas dalam MBS
Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan manejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan manajemen sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, maka pengelolan manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang adalah pemberi mandat pendidikan. Oleh karena manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat, maka penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda.
Pelaksanaan prinsip akuntabilitas dalam rangka MBS tiada lain agar para pengelola sekolah atau pihak-pihak yang diberi kewenangan mengelola urusan pendidikan itu senantiasa terkontrol dan tidak memiliki peluang melakukan penyimpangan untuk melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan prinsip ini mereka terus memacu produktifitas profesionalnya sehingga berperan besar dalam memenuhi berbagai aspek kepentingan masyarakat.
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan masyarakat. Sekolah dan orang tua siswa. Antara sekolah dan instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah. Antar kepala sekolah dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru.
Pengelola sekolah harus mampu mempertanggungjawabkan seluruh komponen pengelolaan MBS kepada masyarakat. Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru. Mengapa, karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai pengajar.
Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari tanggung jawab guru dalam hal membuat persiapan, melaksanakan pengajaran, dan mengevaluasi siswa. Selain itu dalam hal keteladan, seperti disiplin, kejujuran, hubungan dengan siswa menjadi penting untuk diperhatikan. Sebagaimana dikatakan oleh Headington (2004:88) bahwa, “Teacher are, first and foremost, accountable to their pupils. They are responsible for providing work which is interesting and challenging, maintaining pupils’ involvement and helping them make progress in their learning.
Tanggung jawab guru selain kepada siswa juga kepada orang tua siswa. Sebagaimana dikatakan oleh Headington, “Teacher are accountable to parents, both legally and morally, for the educational development of their children. The most evident mechanism for this through the formal reporting channel and through the provision of information about pupils’ progress whenever necessary.”
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak akan dipercaya. Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek korupsi.
Fakta menyangkut praktek korupsi dalam dunia pendidikan bukan hal baru. Temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) awal tahun 2008 bahwa, korupsi dalam dunia pendidikan telah menjamah, mulai dari Departemen Pendidikan, Dinas Pendidikan, hingga di sekolah-sekolah. Kenyataan ini sangat ironis, karena berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya diajarkan lembaga pendidikan kepada anak bangsa, tidak saja dari segi intelektual tetapi juga moral. Informasi ini merupakan “tamparan” keras bagi dunia pendidikan. Oleh karena itu dalam rangka penerapan MBS ini, pengelolaan keuangan sekolah harus jauh dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika sekolah mampu mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Sekolah yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
E.   Faktor-faktor Penghambat Akuntabilitas dalam MBS
Codd (1999), seorang pakar kebijakan pendidikan dalam Marks Olssen, dkk (2004), menyatakan bahwa dalam perspektif global, akuntabilitas dipengaruhi oleh kecenderungan manusia yang mengutamakan kebebasan. Kebebasan yang muncul secara baru (neoliberalisme) ikut mempengaruhi ketahanan moral orang dalam melaksanakan akuntabilitas.
Menurutnya ada dua jenis akuntabilitas sebagaimana digambarkan di bawah ini:
Bagan Dua Jenis Akuntabilitas
External
Internal
Low-trust
High-trust
Hierarchical (line) control
Delegated professional responsibility
Contractual compliance
Commitment, loyalty, sense of duty, expertise
Formal process of reporting and recording for line management
Accountable to multiple constituencies
Reduced moral agency
Ethic of neutrality
Ethic of structure
Enhanced moral agency
Deliberation
Discretion
Terdapat dua tipe akuntabilitas, masing-masing akuntabilitas eksternal dan akuntabilitas internal. Keduanya memiliki ciri yang berbeda, ini disebabkan oleh karena titik tolak kedunya berbeda. Akuntabilitas eksternal didasarkan manajemen hirarkis, sedangkan akuntabilitas internal didasarkan pada tanggung jawab profesional, dengan melekat sebuah konsep agen moral. Oleh karena pendasaran kedua jenis akuntabilitas ini berbeda, maka hal-hal yang diperlihatkanpun berbeda. Misalnya, akuntabilitas eksternal memiliki kepercayaan yang rendah, sedangkan pada akuntabilitas internal justru sebaliknya memiliki kepercayaan yang tinggi. Selanjutnya dari segi tanggung jawab, pada akuntabilitas eksternal terdapat kontrol yang hirarkis, sedangkan pada akuntabilitas internal tanggung jawab professional didelegasikan.
Dari segi pelaksanaan tugas, pada akuntabilitas eksternal terikat pada kontrak, sedangkan akuntabilitas internal menekankan pada komitmen, loyalitas, rasa memiliki, dan kecakapan. Akuntabilitas eksternal memperlihatkan proses formal dalam pelaporan dan perekaman untuk manajamen hirarkhis, sedangkan dalam akuntabilitas internal akuntabel banyak konstituen. Dalam akuntabilitas eksternal kurang mengutamakan peran moral, ketimbang etika kebiasan, dan etika struktur. Sedangkan jenis akuntabilitas internal peran moral tinggi sehingga pertimbangannya matang dan memiliki kebebasan untuk bertindak.
Kedua jenis akuntabilitas di atas memiliki pendasaran yang sangat berbeda. Kalau akuntabilitas eksternal pengaruh faktor luar sangat besar, di sisi lain faktor dalam sangat lemah. Sebaliknya pada akuntabilitas internal faktor dari dalam diri lebih kuat ketimbang faktor luar. Kekuatannya terletak pada motivasi dan komitmen individu untuk melaksanakan akuntabilitas organisasi.
F.    Akuntabilitas dan Faktor nilai-budaya
Sekolah sebagai tempat penyelenggaran manajemen yang akuntabel merupakan suatu pranata sosial. Dikatakan sebagai pranata sosial karena di tempat tersebut teradapat orang-orang dari berbagai latar belakang sosial yang membentuk suatu kesatuan dengan nilai-nilai dan budaya tertentu. Nilai-nilai dan budaya tersebut potensial untuk mendukung penyelenggaraan manajemen sekolah yang akuntabel, tetapi juga sebaliknya bisa menjadi penghambat. Dalam sebuah ilustrasi perusahaan, Stephen Robins (2001:14) menyatakan:
Workforce diversity has important implication for management practice. Manager will need to shift their philosophy from treating every one alike to recognizing differences and responding to those differences in ways that will ensure employe retention and greater productivity while, at the same time not discriminating.
Artinya, keberagaman tenaga kerja mempunyai implikasi penting pada praktik manajemen. Para manejer harus mengubah filosofi mereka dari memperlakukan setiap orang dengan cara yang sama menjadi mengenali perbedaan dan menyikapi mereka yang berbeda dengan cara-cara yang menjamin kesetiaan karyawan dan peningkatan produktifitas sementara, pada saat yang sama, tidak melakukan diskriminasi.
Apa yang dikemukakan Robins berangkat dari asumsi akan perbedaan nilai dan budaya dari setiap anggota organisasi. Ada nilai-nilai yang dapat mendukung nilai-nilai organisasi, tetapi ada juga yang sebaliknya. Dalam konteks ini, dibutuhkan peran pemimpin untuk dapat mengelolanya.
Akuntabel merupakan nilai yang hendak ditegakan organisasi, apakah anggota organisasi dapat mendukungnya? Menjadi tantangan, oleh karena latar belakang tadi.
Jadi, faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang. Sistem menyangkut aturan-aturan, tradisi organisasi. Sedangkan faktor orang menyangkut motivasi, persepsi dan nilai-nilai yang dianutnya mempengaruhi kemampuannya akuntabilitas. Kalau ditelisik lebih jauh faktor orang sendiri sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan produk dari masyarakat dengan budaya tertentu.
G. Upaya-upaya Peningkatan Akuntabilitas dalam MBS
Bagaimanapun juga pengelolaan MBS mensyaratkan akuntabilitas yang tinggi, oleh karena itu perlu ada upaya nyata sekolah untuk mewujudkannya.
 Menurut Slamet (2005:6) ada delapan hal yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:
1.      Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
2.      Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
3.      Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4.      Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
5.      Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders diakhir tahun.
6.      Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.
7.      Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.
8.      Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.
Kedelapan upaya di atas, semuanya bertumpu pada kemampuan dan kemauan sekolah untuk mewujudkannya. Alih-alih sekolah mengetahui sumber dayanya, sehingga dapat digerakan untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas. Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk menyusun dan memperbaharui sistem yang dianggap tidak dapat menjamin terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite sekolah, orang tua siswa, kelompok profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan untuk melaksanakannya. Dengan begitu stakeholders sejak awal tahu dan merasa memiliki akan sistem yang ada.
Untuk mengukur berhasil tidaknya akuntabilitas dalam manajemen berbasis sekolah, dapat dilihat pada beberapa hal, sebagaimana dinyatakan oleh Slamet (2005:7):
Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah:
1.Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.
2.Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraanpendidikan di sekolah, dan
3.Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
Ketiga indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil sebagaiamana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam banyak hal.



















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan         :
                        Akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu accountability yang artinya keadaan untuk dipertanggungjawabkan, keadaan dapat dimintai pertanggungan jawaban.
Tujuan utama akuntabilitas adalah      :
c.       untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
d.      Menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal.
Faktor penghambat akuntabilitas dalam MBS terdapat dua tipe akuntabilitas, masing-masing akuntabilitas eksternal dan akuntabilitas internal.
Dari segi pelaksanaan tugas, pada akuntabilitas eksternal terikat pada kontrak, sedangkan akuntabilitas internal menekankan pada komitmen, loyalitas, rasa memiliki, dan kecakapan.
Faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang.
Ada delapan hal yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:
1.      Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
2.      Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
3.      Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
4.      Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
5.      Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/stakeholders diakhir tahun.
6.      Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.
7.      Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.
8.      Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.
Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah:
1.Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah.
2.Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraanpendidikan di sekolah, dan
3.Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.

No comments:

Post a Comment